SUMENEP - Orang belajar tidak selalu berada di meja belajar, tidak harus mondok. Tetapi, belajar dimanapun bisa, yang penting niat karena Allah. Hal itu disampaikan KH. Moh. Zuhri Zaini, BA. Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton Probolinggo saat mengisi acara Forum Komunikasi Santri (FKS) dan Pengurus Pembantu Pondok Pesantren Nurul Jadid (P4NJ) kecamatan Raas, Sumenep (23/04/2022).
Kiai Zuhri kali pertama mengunjungi pulau Sapudi dan pulau Raas Madura. Seperti diungkapkan salah satu santri aktif Nurul jadid, Saipul Bahri.
“KH. Zuhri kali pertama menginjakkan kaki di bumi Kepulauan Raas”.
Raas merupakan persinggahan lanjutan setelah beberapa hari sebelumnya kiai Zuhri, sapaan akrab beliau, dalam melakukan serangkaian safari silaturahim. Sebelum ke kecamatan Raas, beliau bersinggah dan mengisi acara FKS di Pamekasan hingga pulau Sapudi. Kali ini, dalam tausiyahnya kepada masyarakat, termasuk juga santri dan alumni PP Nurul Jadid yang hadir di sana,
Kh. Zuhri dawuh, “orang belajar tidak selalu berada di meja belajar, tidak harus mondok. Tetapi, belajar dimanapun bisa, yang penting niat karena Allah."
Ucapan beliau tersebut, dan begitu juga dalam setiap kesempatan lain selalu memberikan injeksi positif terhadap para santri.
Ia menbahkan dalam penjelasannya, kiyai Zuhri mengklasifikasi santri itu dibagi menjadi tiga macam. Pertama, santri yang mondok dan pulang tetap memegang teguh jiwa sebagai santri. Kedua, tidak mondok, tetapi memiliki jiwa santri. Ketiga, pernah mondok dan menjadi santri, tetapi ketika pulang, mursal (tidak beradab, red).
"Jangan sampai menjadi golongan yang nomor tiga”. Himbau beliau.
“Sekali santri tetap santri”. Tegasnya kepada hadirin.
"Santri itu harus berperilaku baik (husnul adab). Santri yang selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larang Allah. Itulah santri”. Imbuhnya. “Santri sekarang itu enak, dikirim oleh orang tuanya, " jelasnya. Menurut kiai, situasi sekarang tidak sama dengan santri di Madinah zaman Nabi saw. dulu, yang disebut santri Ashabus Suffah. Santri tersebut kebutuhannya di tanggung oleh Nabi Muhammad saw. yang notabene serba prihatin.
“Jadi santri sekarang harus bisa serius dalam hal menuntut ilmu, " pesannya.
Tak hanya itu, kiai Zuhri juga memberikan masukan kepada masyarakat, jangan sampai mempunyai sifat sombong antar sesama. Karena sifat sombong itu penyakit hati manusia. Beliau juga menyampaikan, “Penyakit amal itu bukan hanya riya’, tetapi juga ujub (membanggakan amalnya sendiri, red)."
Kisah tentang seorang wali, yaitu Sunan Kalijaga tak luput jadi ibrah dalam tausiyahnya. “Sunan Kalijaga itu mantan perampok sebelum menjadi wali, " dawuhnya. Beliau menambahkan, "Sunan Kalijaga meskipun merampok orang-orang yang kaya, dan memberikan hasil rampokannya kepada orang yang membutuhkan, namun itu tetap perilaku yang haram." “Kenapa ia bisa menjadi wali? Karena ia bertaubat saat bertemu dengan Sunan Bonang, ” Terang Kiai Zuhri.
Di sela-sela menutup tausiah, beliau berpesan, “Dosa itu bukan hanya kepada Allah. Tetapi juga terhadap manusia dan makhluk lainnya”. Dalam bahasa Madura beliau mengatakan, “mon oreng alakoh dusah, tapeh atobet, pasteh etaremah tobeddeh. Kor ongguwen (Kalau orang melakukan dosa, tapi bertaubat, pasti akan diterima taubatnya. Asalkan bersungguh-sungguh), ” ucap beliau.
Di penghujung tausiah, kiai Zuhri menutup dengan berdoa. Beliau berharap semoga kita selalu diberikan panjang umur dan umur yang barokah.
(Sumber : Pena 9)